Haji: Pengertian, Dalil dan Hukumnya



Pengertian Haji

Secara bahasa, kata haji berasal dari bahasa Arab “al-Hajj” yang berarti menyengaja, bermaqsud atau al Qasdu, dalam konteks ini, menyengaja mengunjungi Kabah di Mekah.

Secara istilah, haji berarti berkunjung ke Baitullah (Kabah) di Makkah untuk melakukan serangkaian ritual ibadah pada waktu tertentu, yaitu pada bulan Dzulhijjah. 

Ibadah haji diwajibkan bagi setiap Muslim sekali seumur hidup, asalkan mereka memenuhi syarat-syarat tertentu. syarat-syarat itu biasa disebu dengan Syarat Wajib, yaitu apabila seseorang memenihu kriteria tertentu, maka akan tergolong sebagai bagian orang yang diwajibkan. syarat itu meliputi:

1. Islam: Haji hanya diwajibkan bagi orang yang beragama Islam.

2. Baligh: baligh adalah batasan umur seseorang dikenai ketetapan hukum syariat.Haji diwajibkan bagi mereka yang sudah mencapai usia dewasa (baligh).

3. Berakal Sehat: Orang yang melaksanakan haji harus memiliki akal yang sehat.

4. Merdeka: Seseorang berstatus wajib berhaji yakni idak sedang dalam status perbudakan.

5. Mampu (Istithaah): Seseorang diwajibkan berhaji apabila ia mampu baik secara finansial, fisik, serta keamanan dalam perjalanan.

Dalil Kewajiban Haji.

sebagaimana diketahui bahwa haji merupakan kewajiban yang telah ditentukan oleh Alloh begi muslim yang telah memenuhi kriteria tertentu. beberapa bukti kewajiban ini termaktub dalam Al-Qur'an dan Hadits Nabi.

Dalil diwajibkannya haji ialah dalam Al-Qur’an Allah ﷻ berfirman:

وَلِلّٰهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلاً وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ اللهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

Artinya, “Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barangsiapa mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah bahwa Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam” (QS Ali ‘Imran: 97).

Dalam sebuah hadist, Rasulullah ﷺ bersabda:

أيُّهَا النَّاسُ، قَدْ فَرَضَ اللهُ عَلَيْكُم الحَجَّ فَحُجُّوا

Artinya, “Wahai manusia! Sungguh Allah telah mewajibkan haji atas kamu sekalian, maka kerjakanlah haji” (HR Muslim).

Syekh Khatib asy-Syarbini dalam kitab Mughnil Muhtaj mengatakan, ibadah haji ke Baitullah al-Haram sudah sering dilakukan orang sebelum diutusnya Nabi Muhammad. Dalam sebuah riwayat dikisahkan bahwa Nabi Adam ‘alaihissalam berjalan kaki dari daratan India untuk melaksanakan ibadah haji ke Makkah al-Mukarramah. Sesampainya di sana, Malaikat Jibril menemuinya dan mengabarkan bahwa sesungguhnya para malaikat sudah melakukan tawaf di Baitullah selama tujuh ribu tahun. Berdasarkan pendapat ini, tidak heran apabila sebagian ulama berpendapat bahwa semua nabi pernah melakukan ibadah tersebut.

Para ulama berbeda pendapat tentang permulaan disyariatkannya ibadah haji. Ada yang mengatakan bahwa ibadah haji diwajibkan pada tahun kesepuluh Hijriah. Ada yang berpendapat bahwa haji telah diwajibkan sebelum Nabi Muhammad melakukan hijrah ke Madinah.

Ada juga yang berpendapat diwajibkannya haji bertepatan pada tahun keenam setelah Hijrah. Dari beberapa pendapat tersebut, pendapat yang terakhir merupakan pendapat yang paling masyhur dan disepakati di kalangan para ulama. (Syekh Khatib asy-Syarbini, Mughnil Muhtaj [Bairut: Darul Kutub al-Ilmiah, 2011], juz 1, h. 613).

Hukum Haji.

Secara umum, hukum ibadah haji sendiri adalah fardhu ‘ain menurut kesepakatan para ulama. Namun, dalam pemilihannya, hukum haji bisa mempunyai hukum yang berbeda, yaitu:

  1. Fardhu ‘ain ketika semua syarat wajib haji terpenuhi (Islam, baligh, berakal, merdeka, dan mampu). Hukum ini berlaku bagi semua umat Islam.
  2. Fardhu kifayah, yakni haji yang tujuannya untuk meramaikan Ka’bah pada setiap tahunnya. Sunnah, seperti hajinya anak kecil, budak, dan hajinya orang yang mampu berjalan kaki dengan jarak lebih dari dua marhalah (kurang lebih 89 km) dari kota Makkah. ​​​​​​​
  3. Makruh ketika dalam perjalanan menuju Makkah, keselamatan jiwa akan terancam atau bagi yang sudah pernah berhaji kemudian memiliki kelebihan harti tetapi kondisi lingkungan lebih membutuhkan.​​​​​​​
  4. Haram, seperti hajinya perempuan yang pergi tanpa disertai mahramnya ketika kondisi keselamatan dirinya dalam keadaan terancam atau pergi haji tanpa adanya restu suami.


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama